Fenomena Agama dan Dinamikanya


Agama, dengan berbagai padanan kata asingnya, merupakan istilah dengan spektrum pembahasan yang kompleks. Pertama, agama dapat dilihat sebagai salah satu jejak universal yang senantiasa hadir dalam beragam tingkatannya di semua budaya manusia yang pernah ada. Dengan agama, seperti dikatakan Yi Fu Tuan, manusia menjadi makhluk yang benar-benar terbedakan dari hewan-hewan lainnya. Maka berbicara tentang agama dalam pengertiannya yang luas sebenarnya adalah suatu ikhtiar yang menyentuh materi warisan kultural dan peradaban manusia dalam kesejarahannya yang sangat panjang, karena sejarah agama telah bermula jauh-jauh hari sejak awal kehidupan manusia itu sendiri dimulai. Bahkan dalam beberapa faham agama, Islam misalnya, ditegaskan bahwa manusia pertama (yaitu Adam) diciptakan dan diajari pengetahuan secara langsung oleh Tuhan.

Kedua, tradisi agama tidaklah tunggal. Manusia sekarang tentu sangat menyadari adanya pluralitas agama-agama. Mereka dapat menyaksikan secara lebih dekat dan luas betapa banyak sekali agama atau kepercayaan yang tumbuh dan berkembang di berbagai belahan bumi. Mereka dihadapkan pada kenyataan bahwa agama yang pernah atau masih hidup di dunia ini ternyata bukan hanya agama yang dianutnya saja. Tuhan diseru dan disembah ternyata juga tidak hanya di tempat-tempat ibadah mereka saja. Manusia lainnya di kantung-kantung komunitas yang berbeda pun menyeru Tuhan dan beribadah kepada-Nya, sekalipun dengan sebutan dan istilah yang bermacam-macam. Tetapi mereka sama-sama meyakini bahwa ada Dzat Adi Kodrati yang menciptakan manusia dan alam semesta ini, atau setidaknya ada Prinsip-prinsip Ultim yang dipercaya mengatur realitas kehidupan ini berikut peredarannya. Mereka juga terbukti mampu menghadirkan bentuk-bentuk kesalehan dan nilai-nilai kebijaksanaan baik dalam amalan ritual maupun sosialnya.

Ketiga, agama adalah entitas multi-dimensi. Secara umum, memakai tipologi Frederick J. Streng, agama setidaknya mempunyai 3 (tiga) dimensi yang integral: personal, sosial dan Ultim. Dalam dimensi personalnya agama dapat muncul sebagai proses interpretasi yang melibatkan karakter personal yang mencakup reaksi internal, keputusan dan juga pemaknaan. Agama dalam dimensi sosialnya dapat terekspresikan melalui bentuk-bentuk institusi dan budaya; yang sebenarnya dapat juga dipahami sebagai ekspresi sosial dari harapan-harapan, problema-problema dan modal-modal kehidupan partikular. Sedangkan dimensi lain yang memberi karakter distingtif yang membedakan suatu ekspresi personal atau sosial sebagai ekspresi religius dari yang bukan religius adalah dimensi Ultim. Yakni Realitas puncak yang kepadanya seseorang memberikan loyalitasnya sebagai wujud kesejatian hidup.

Keempat, agama tidaklah bersifat statis. Apabila menengok sejarah agama-agama di dunia ini, niscaya dengan mudah akan dijumpai contoh-contoh yang dapat menunjukkan adanya proses dinamika pada setiap agama. Secara internal, agama manapun pasti mengalami proses perkembangan interpretasi dan aktualisasi ajaran. Sedangkan secara eksternal, banyak sekali agama yang kemudian tersebar dan memperoleh pengikut dengan jumlah signifikan hingga ke wilayah-wilayah yang jauh dari tempat asal kelahirannya. Islam misalnya, lebih tampak sebagai suatu mozaik yang kaya jika dilihat dari sisi pluralitas pemahaman sekaligus pengamalan pesan-pesan agamanya. Dalam aspek pemikiran teologi, Islam memencar ke beberapa aliran seperti Mu’tazilah, Asy’ariyah dan Maturidiyah. Dalam pemikiran fikih, Islam memencar juga ke beberapa mazhab seperti Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah. Dalam pemikiran tasawuf, Islam juga mengenal bermacam aliran sufi dan ketarekatan. Sementara itu, Islam yang dihayati oleh para pemeluknya menunjukkan kekayaan corak dan karakter dalam berbagai ekspresi lokal dengan basis etnis dan kultural masyarakat yang beragam.

Dinamika agama juga dapat disaksikan melalui fenomena lahirnya agama-agama baru. Agama-agama besar yang eksis di dunia sekarang ini dalam sejarahnya merupakan agama-agama baru di masyarakat pada awal kelahirannya. Pada konteks klasik, bisa diambil misal pertumbuhan agama Budha yang dianggap baru ketika Siddharta Gautama menyebarkan ajaran-ajarannya di tengah masyarakat India yang kala itu umumnya beragama Hindu. Adapun pada konteks kontemporer, kelahiran agama-agama baru dapat dilihat antara lain melalui kemunculan Aum Shinrikyo di Jepang, Scientology di Jerman dan Falungong di China. Menariknya, lahirnya agama-agama baru tersebut rata-rata mendapatkan kecaman sebagai ajaran yang akan merusak tatanan yang sudah mapan di masyarakat. Islam contohnya, ketika pertama kali diserukan Nabi Muhammad di tengah-tengah masyarakat Arabia juga mendapat reaksi dan tuduhan sebagai ajaran yang mengancam eksistensi kepercayaan keagamaan sekaligus keharmonisan hidup penduduk setempat.

Memahami realitas faktual terkait agama sebagaimana terurai beberapa di antaranya dalam pembahasan di atas, maka siapapun yang berminat mengkaji dan memperdalam pengetahuannya tentang agama tampaknya penting menyadari sejak awal perihal keluasan dan dinamika wilayah studi yang akan digelutinya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar